Jumat, 26 Juni 2015

PEMBELAJARAN DEMOKRATIS



      Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar merupakan suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara siswa dan guru di dalam satuan pendidikan. Pada saat interaksi antara siswa dengan guru, diharapkan terjadi sebuah proses peningkatan moti
vasi siswa. Maksudnya, bagaimana dalam proses interaksi itu pihak pengajar mampu memberikan dan mengembangkan motivasi kepada siswa, agar dapat melakukan kegiatan belajar secara optimal. Kegiatan belajar mengajar pada lembaga pendidikan formal merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan, sehingga dalam lembaga pendidikan formal kegiatan belajar mengajar saling terkait dalam pencapaian tujuan pendidikan. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada bagaimana proses belajar mengajar yang dialami oleh siswa dimana guru sebagai pemegang peran utama dan bagaimana seorang guru mampu meningkatkan motivasi belajar siswa.

Sehubungan dengan hal tersebut perlu ditegaskan bahwa prinsip mengajar adalah mempermudah dan memberikan motivasi dalam kegiatan belajar. Dalam upaya peningkatan motivasi belajar siswa di sekolah, para guru berkewajiban untuk dapat menciptakan kegiatan belajar yang dapat membangun kemampuan siswa dalam memahami pelajaran agar tercapai motivasi dan hasil belajar yang optimal, Oleh karena itu dalam mendisain kegiatan belajar yang optimal diperlukan kecermatan guru dalam memilih teori dan strategi pembelajaran yang akan diterapkan. Tidak semua teori dan strategi pembelajaran yang akan diterapkan cocok untuk semua mata pelajaran yang diajarakan karena setiap mata pelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Pembelajaran di sekolah saat ini sesungguhnya berbeda dengan pembelajaran dahulu. Dahulu pembelajaran di sekolah berlangsung searah, di mana pendidik merupakan sentral dari kegiatan pembelajaran.

Namun sekarang pembelajaran lebih diarahkan kepada interaksi aktif antara pendidik dengan peserta didik. Pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang demokratis. Sebuah proses pendidikan yang mengatur hubungan guru dan murid dapat berimbang sehingga bisa saling menyampaikan pendapat dan pikiran.

Pembelajaran demokratis memang perlu, namun perlu dihindari adanya kesalahpahaman akan arti demokrasi itu sendiri. Jangan sampai makna demokrasi diartikan sebagai kebebasan yang tanpa batas. Kebebasan yang diberikan adalah kebebasan yang menghormati dan memahami kebebasan orang lain.

Di sinilah tugas pendidik untuk mengontrol makna demokrasi yang ditanamkan kepada peserta didik. Sekolah memang sudah saatnya memberikan pembelajaran yang membebaskan yaitu pembelajaran yang demokratis kepada peserta didik. Namun demikian perlu diantisipasi pula bahwa peserta didik tidak boleh dibebaskan begitu saja, mereka juga harus tetap dipandu dan dijaga agar kebebasan yang diberikan tidak disalahartikan.

Upaya menciptakan pembelajaran yang demokratis yaitu dapat dicapai dengan penggunaan model-model pembelajaran PKn seperti model pembelajaran kooperatif, pertemuan legislasi,pertemuan evaluasi aturan, pemecahan masalah, dan lain-lain untuk mengungkapkan ide dan pikirannya, tetapi juga perlu penyadaran bahwa ide dan pikiran setiap orang berbeda. Pendidik adalah tokoh yang digugu dan ditiru. Pendidik mestinya menjadi contoh (model) yang sedikit banyak mempengaruhi anak didiknya. Oleh karena itu, sangat perlu berhati-hati dalam segala hal yang dilakukannya. Tidak hanya dalam tingkah laku tetapi juga dalam pembelajarannya.

Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran di Sekolahan dan mata kuliah di perguruan tinggi dengan koridor pendidikan nilai (value based educaton) yang bertujuan untuk mempersiapkan warganegara muda agar mampu berpartisipasi secara efektif, demokratis dan bertanggung jawab. Sebagai mata pelajaran yang berupaya mewujudkan warga negara yang baik dan cerdas (good and smart citizen), maka Pendidikan Kewarganegaraan harus dikemas dalam pembelajaran yang memberikan keleluasaan pada siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran agar siswa terbiasa berpartisipasi. Apabila hal itu terjadi, maka kebiasaan berperan aktif dan bersikap demokratis di kelas akan terbawa pada lingkungan yang lebih luas, yaitu lingkungan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 disebutkan bahwa tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah mengembangkan kompetensi:
1)    Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan
2)    Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi
3)    Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya
4)    Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Untuk itu diperlukan strategi dan pendekatan pembelajaran demokratis (democratic teaching), Budimansyah (2002 : 5 – 7) mengatakan bahwa pembelajaran demokratis (democratic teaching) adalah suatu bentuk upaya menjadikan sekolah sebagai pusat kehidupan demokrasi melalui proses pembelajaran yang demokratis. Secara singkat pembelajaran demokratis adalah proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu penghargaan terhadap kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan keragaman perserta didik. Dalam prakteknya para pendidik hendaknya memposisikan peserta didik sebagai insan yang harus dihargai kemampuannya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya. Untuk itu diperlukan suasana terbuka, akrab, dan saling menghargai, dan sebaliknya perlu dihindari suasana belajar kaku, penuh dengan ketegangan, dan sarat dengan perintah dan instruksi yang membuat peserta didik menjadi pasif, tidak bergairah, cepat bosan dan mengalami kelelahan. Berdasarkan hasil penelitian Fahdita (2004 : 142) mengatakan bahwa Pembelajaran akan mampu mengembangkan sikap demokratis apabila guru dalam proses pembelajaran bersikap demokratis, suasana tidak tegang, menyenangkan, memberikan kesempatan kepada siswa, memberikan reward, tidak ada keberpihakan atau menyudutkan kelompok tertentu, sehingga guru berperan sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator. Disamping itu berdasarkan laporan penelitian yang dilakukan oleh Tacman (2006) mengatakan bahwa “ … the democratic attitudes of classrooms teachers which is important for improving people’s democratic behaviors.” Artinya sikap demokratis yang ditampilkan guru di kelas dalam proses pembelajaran sangat berpengaruh terhadap pengembangan sikap demokratis seseorang.

Dalam lain pihak mengatakan bahwa dalam upaya meningkatkan kultur dan nilai-nilai demokratis, aspek sekolah dan program pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap demokratis, seperti dikatakan Davis (2003) dan Blair (2003) dalam Karahan (2009 : 1) “To gain democratic life culture and democratic values, are important aspects of schools and education programs. According to Davies (1999) development of democratic life culture depends on the democratic education systems”. Artinya pengembangan kultur hidup yang demokratis tergantung pada sistem pendidikan demokratis yang diterapkan di lingkungan pendidikannya. Sekarang masalahnya adalah bagaimana upaya yang bisa dilakukan untuk mewujudkan sekolah yang demokratis, agar nilai-nilai demokrasi tumbuh dan berkembang dalam segala aspek kehidupan warganegara.

Berikut ini adalah salah satu contoh langkah-langkah pembelajaran demokratis yang dapat ditepakan di Sekolah Dasar:
a.     Siswa dibagi dalam kelompok kecil @3-5 orang siswa
b.     Setiap anggota kelompok di beri tugas yang berbeda
c.     Tiap siswa dalam kelompok membaca bagian tugas yang diperolehnya
d.   Guru memerintahkan siswa yang mendapat tugas yang sama berkumpul membentuk kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan tugas tersebut
e.    Setiap siswa kelompok-kelompok baru mencatat hasil diskusinya untuk dilakukan kepada kelompok semua (kelompok lama)
f.     Selesai diskusi sebagai tim ahli, masing-masing kembali ke kelompok asal untuk menyampaikan hasil diskusi ke anggota kelompok asal dan secara bergiliran atau bergantian dari tim ahli yang berbeda tugasnya
g.    Setelah seluruh siswa selesai melaporkan, guru menunjukkan salah satu kelompok untuk menyampaikan hasilnya, dan siswa lain di beri kesempatan untuk menanggapinya
h.    Guru dapat mengklarifikasi permasalahan serta disimpulkan

Sejalan dengan paradigma Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana
pengembangan warga negara yang demokratis, maka menuntut pula proses membelajarkan siswanya atau pembelajarannya dilakukan secara demokratis pula

Secara konseptual-paradigmatik citizenship education saat ini mengembangkan strategi dasar learning about democracy, learning in democracy, and learning for democracy (Civitas International, 1998; QCA, 1999; APCEC, 2000; Winataputra, 2001). Secara konseptual, strategi dalam citizenship education berada pada garis kontinum, bergerak dari strategi belajar tentang demokrasi, belajar melalui demokrasi dan belajar untuk membangun demokrasi. Idealnya adalah pembelajaran tidak hanya mengajarkan tentang apa itu demokrasi, tetapi belajar dengan suasana demokratis dan membelajarkan siswa agar mampu membangun peradaban demokrasi.

Guru PKn dituntut untuk menggunakan metode-metode pembelajaran yang lebih demokratis (democratic learning) daripada metode indoktrinatif. Dikatakan bahwa “democratic learning can tentatively and in general be defined as learning in a system which supports democratic principles a long with reaching the leraning outcome.” Pembelajaran demokratis dapat diartikan sebagai suatu sistem pembelajaran yang sejauh mungkin menggunakan prinsip-prinsip demokrasi dalam mencapai tujuan pembelajarannya. Lebih lanjut oleh dikatakan oleh Palle Qvist bahwa “more exact demcracy learning can now be defined as learning in a system where decisions, processes and behaviour related to learning are established through argumentation (discussion) or negotiation (dialog), voting or consesnsus (alone or in combination) between those affected by the decision simultaneously reaching the learning outcomes, the technical and professional knowledge and insight. The participant must principle be equal with equal rights and feel themselves commited to the values of rationality and impatiality.”

Dalam pembelajaran demokratis, perbuatan keputusan dan perilaku dilakukan melalui proses dialogis, argumentasi, negosiasi dimana siswa memiliki partisipasi dan hak-hak yang sama. Dalam pembelajaran demokratis, amat penting menciptakan hubungan yang bersifat kemitraan antara guru dengan siswa.

Pembelajaran demokratis secara filosofis merupakan pembelajaran yang membebaskan dariapada pembelajaran yang sifatnya membelenggu siswa sebagai pelajar. Ciri pembelajarannya adalah bersifat dialogis antara guru dengan siswa, tidak ada dominasi dari guru. Siswa sebagai subjek belajar dapat memaksimalkan inisiatif, pemikiran, gagasan, ide, kreativitas, dan karya.

Pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menjadi subjek dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang demokratis adalah suatu bentuk upaya menjadikan sekolah sebagai pusat kehidupan demokrasi melalui proses pembelajaran yang demokratis. Secara singkat pembelajaran demokratis merupakan proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi (Diknas, 2004), yaitu:
a.                   Penghargaan terhadap kemampuan,
b.                  Menjunjung keadilan, dan
c.                  Menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan keragaman peserta didik.

Pembelajaran demokratis menekankan pada bagaimana siswa belajar bukan apa yang harus dipelajari. Prinsip belajar ini dipengaruhi oleh pandangan John Dewey (1910), dengan paradigma “how we think.” Ada lima langkah yang dikemukakan oleh Dewey dalam paradigma “how we think” sebagai berikut.
1.                  Merasakan suatu kebingungan
2.                  Mendefinisikan masalah
3.                  Mengusulkan dan menguji hipotesis
4.                  Mengembangkan dengan solusi pemikiran
5.                  Uji coba kesimpulan, yang diikuti oleh pertimbangan ulang jika perlu).

Dalam pembelajaran demokratis, siswa adalah subjek belajar yang aktif dan berpasrtisipasi. Maka belajar adalah proses menemukan dan proses berpikir yang reflektif. Sedangkan langkah berpikir reflektive adalah:
1.                  Adanya masalah
2.                  Membuat hipotesis
3.                  Mengelaborasi implikasi logis dari hipotesis
4.                  Menguji hipotesis
5.                  Menarik kesimpulan
Konsekuensi dari pembelajaran demokratis adalah perubahan paradigma pembelajaran yang semula berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Secara ekstrem, dengan adanya tuntutan pembelajaran demokratis maka paradigma pembelajaran bergerak dari ujung pendekatan yang ekspositori menuju ujung lain, yaitu pendekatan inquiry discovery.

Secara umum ada tiga teori sekaligus model pembelajaran yang berlaku yaitu, teori atau model behavioris, kognitif, dan konstruktif. Idealnya kurikulum berbasis kompetensi menggunakan teori konstruktivisme (Yulaelawati, 2004). Berpijak dari pendapat itu maka ideal pula bila pembelajarn PKn juga berbasis pada kompetensi siswa menganut model pembelajaran konstruktivisme bukan lagi behaviorisme. Model pembelajaran yang menganut teori belajar konstruktivime adalah model pembelajaran yang mengarah pada keterlibatan aktif siswa. Sedangkan model pembelajaran yang mengarah pada keterlibatan aktif guru dikenal dengan model pembelajaran yang menganut teori belajar behaviorisme.

Dengan demikian pembelajaran PKn perlu bergerakdari pembelajaran behavioristik menuju konstruktivistik. Prinsip-prinsip konstruktivistik itu adalah sebagai berikut:
a.                  Pengetahuan itu non-objektif, temporer, selalu berubah;
b.                  Belajar adalah pemaknaan pengetahuan;
c.                  Mengajar adalah menggali makna;
d.                 Mind berfungsi sebagai alat menginterpretasi sehingga muncul makna yang unik;
e.                  Pelajar bisa memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari.


Berikut ini merupakan perbedaan antara behavioristik dan konstruktivistik:

Behavioristik
Konstruktivisme
Pandangan tentang pengetahuan, belajar, dan pembelajaran
Pengetahuan:Objektif, pasti, tetap
Pengetahuan: non-objektif, temporer, selalu berubah
Belajar: perolehan pengetahuan
Belajar: pemaknaan pengetahuan
Mengajar: memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar
Mengajar: menggali makna
Mind berfungsi sebagai alat penjiplak struktur pengetahuan
Mind berfungsi sebagai alat menginterpretasi sehingga muncul makna yang unik
Si pembelajar diharapkan memiliki pemahaman yang sama dengan pengajar terhadap pengetahuan yang dipelajari
Si pembelajar bisa memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahua yang dipelajari
Segala sesuatu yang ada di alam telah terstruktur, teratur, rapi, pengetahuan juga sudah terstruktur rapi
Segala sesuatu bersifat temporer, berubah, dan tidak menentu. Kita lah yang memberi makna terhadap realitas.
Masalah belajar dan pembelajaran
Keteraturan
Ketidakteraturan
Pembelajar dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas yang ditetapkan lebih dulu secara ketat.
Pembelajar dihadapkan kepada lingkungan belajar yang bebas
Pembiasaan (disiplin) sangat esensial
Kebebasan merupakan unsur yang sangat esensial
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam menambah pengetahuan dikategorikan sebagai KESALAHAN HARUS DIHUKUM
Keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas dipuji atau diberi HADIAH
Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu DIHARGAI
Ketataan kepada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan
Kontrol belajar dipegang oleh sistem di luar diri pembelajar
Kontrol belajar dipegang oleh pembelajar
Tujuan pembelajaran menekankan pada penambahan pengetahuan.
Seseorang dikatakan telah belajar apabila mampu mengungkapkan kembali apa yang telah dipelajari
Tujuan pembelajaran menekankan pada penciptaan pemahaman, yang menuntut aktivitas kreatif, produktif dalam konteks nyata
Masalah Belajar dan Pembelajaran : Strategi Pembelajaran
Keterampilan terisolasi
Penggunaan pengetahuan secara bermakna
Mengikuti urutan kurikulum ketat
Mengikuti pandangan si pembelajar
Aktivitas belajar mengikuti buku teks
Aktivitas belajar dalam konteks nyata
Menekankan pada hasil
Menekankan pada proses
Masalah Belajar dan Pembelajaran : Evaluasi
Respons pasif
Penyusunan makna secara aktif
Menuntut satu jawaban benar
Menuntut pemecahan ganda
Evaluasi merupakan bagian terpisah dari belajar.
Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar

Dan model pembelajaran yang berdasar konstruktivisme lebih menekankan pada hal-hal sebagai berikut:
a.                   Kecakapan yang lebih tinggi.
b.                  Proses belajar penemuan.
c.                   Penggunaan lingkungan yang lebih kaya.
d.                  Motivasi instrinsik.
e.                   Masalah yang menantang siswa.
f.                   Pembelajaran dari kasus.
g.                  Alat evaluasi tidak hanya tes.

Beberapa model pembelajarn berbasis konstruktivisme misalnya pembelajaran konstektual, pembelajaran berbasis masalah, dan pembelajaran kooperatif.

Dalam naskah kurikulum 2004 yang menjadi cikal bakal KTSP telah pula dikemukakan perlunya pembelajaran PKn yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Dikatakan bahwa pembelajaran dalam mata pelajaran kewarganegaraan merupakan proses dan upaya dengan menggunakan pendekatan belajar konstekstual dapat diwujudkan antara lain dengan metode-metode seperti, kooperatif, penemuan, inquiry, interaktif, eksploratif, berpikir kritis, dan pemecahan masalah. Metode-metode ini merupakan karakteristik dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.

Metode kooperatif dan interaktif adalah pembelajaran yang menerapkan prinsip bekerjasama. Bekerjasama antar siswa, kerjasama siswa dengan guru, siswa dengan tokoh masyarakat, dan siswa dengan lingkungan belajara lain. Dengan bekerjasama makan akan terjadi interaksi yang intens sekaligus menumbuhkan pembelajaran yang partisipatorik.

Berpikir kritis pada hakikatnya mengembangkan unsur pemikiran rasional dan empiris berdasar pengetahuan ilmiah. Pemikiran kritis adalah anti dogmatis dan propaganda, serta kebalikan dari pemikiran tradisional. Dengan berpikir kritis maka dapat menemukan kebenaran secara objektif,berani mengkritisi berbagai ketidakberesan di masyarakat, mampu menunjukkan kelemahan-kelemahan selanjutnya sebagai bahan informasi untuk mengambil tindakan rasional dalam bersikap terhadap sesuatu. Berpikir kritis merupakan reaksi atas berpikir tradisional yang cenderung menutup-nutupi realitas, hanya untuk mendukung status quo serta kelestarian kekuasaan yang ada.

Metode eksplorasi, penemuan, pemecahan masalah, dan inquiry pada hakikatnya merupakan metode belajar yang menerapkan pendekatan ilmiah dalam rangka mencari, menemukan, dan mengatasi masalah. Metode ini sangat menunjang pembentukan sikap siswa untuk peka terhadap permasalahan di masyarakat.

Metode –metode pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan secara bervariasi di dalam atau di luar kelas dengan memerhatikan ketersediaan sumber-sumber belajar. Guru dengan persetujuan kepala sekolah selain dapat membawa siswa menemui tokoh masyarakat dan pejabat setempat, juga dapat mengundang tokoh masyarakat dan pejabat tempat ke sekolah untuk memberikan informasi yang relevan dengan materi yang dibahas dalam kegiatan pembelajaran.

Model pembelajaran lain yang sekarang dikembangkan dalam pendidikan kewarganegaraan adalah praktik belajar kewarganegaraan (PBK). Praktik Belajar Kewarganegaraan (PBK) adalah suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori kewarganegaraan melalui pengalaman belajar praktik-empiris. Dengan adanya praktik, siswa diberikan latihan untuk belajar secara kontekstual.
PBK untuk kelas I, II, dan III dilakukan dengan penyelenggaraan permainan dan simulasi yang menarik, merangsang proses berpikir, membiasakan untuk bersikap dan berbuat sesuatu yang baik, dan mengembangkan sikap postif terhadap lingkungannya. PBK untuk kelas IV, V, dan VI dilakukan dengan membuat karangan, menganalisis suatu isu atau kasus yang dikutip oleh guru dari koran dan majalah, dan membuat laporan tertulis tentang suatu kegiatan atau peristiwa.

PBK untuk kelas VII, VIII, dan IX dilakukan dengan cara antara lain;
a.                   Mengidentifikasi masalah,
b.                  Mengumpulkan dan mengevaluasi informasi berkaitan dengan masalah,
c.                   Menguji dan mengevaluasi pemecahan masalah,
d.                  Memilih atau mengembangkan alternatif pemecahan masalah yang direkomendasikan,
e.                   Mengembangkan rencana tindakan, dan
f.                   Mengevaluasi pelaksanaan tindakan.

PBK untuk kelas X, XI, XII SMA dan MA dilakukan dengan mengaplikasikan metode-metode ilmiah, seperti pemecahan masalah

Langkah-langkah metode pemecahan masalah sebagai berikut:
a.                   Merumuskan masalah
b.                  Membuat kerangka untuk pemecahan masalah
c.                   Menentukan sumber data
d.                  Mencari data
e.                   Menaksir kelayakan data
f.                   Memilah dan memasukan data ke dalam kerangka
g.                  Meringkas dan melakukan verifikasi data
h.                  Mengamati hubungan antar data
i.                    Menafsirkan data
j.                    Menyimpulkan hasil penafsiran
k.                  Mengkomunikasikan hasil pemecahan masalah.

Langkah-langkah inquiry method, yaitu sebagai berikut.
a.                   Membuat fokus untuk inkuiry
b.                  Menyajikan masalah
c.                   Merumuskan kemungkinan penyelesaian
d.                  Mengumpulkan data
e.                   Menilai penyelesaian yang diajukan
f.                   Merumuskan kesimpulan.

Pendidikan demokratis di sekolah dasar saat ini harus diterapkan karenapembelajaran ini tidak bersifat sentral terhadap guru namun menuntut peran aktif para siswanya. Dengan begitu, pembelajaran akan beralngsung secara optimal dan tujuan pembelajaran yang diinginkan akan tercapai. Strategi pengemabangan sikap demokrasi itu sendiri dapat dikembangkan kedalam strategi pembelajaran dengan memperhatikan KD yang akan dicapai. Karateristik strategi tersebut yaitu:

1.      Cambuk bersiklus yaitu pertemuan saling bertanya dan menjawab secara bergiliran setiap siswa. Agar siswa terlatih peka dan tanggap terhadap dan orang lain.
2.      Merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemuan untuk memberikan penghargaan atau penghormatan terhadap orang lain, misalnya : menghadiri acara ulang tahun, acara duka cita karena ada orang meninggal atau musibah.
3.      Merupakan strategi pengembangan sikap melalui pertemuan untuk merumuskan atau menyusun norma atau aturan yang akan berlaku di sekolah.
4.      Model Pembelajaran Kooperatif Teknik JIGSAW (Model Tim Ahli)
       Suatu pembelajan kooperatif dimana dalam proses pembelajaran setiap siswa dalam kelompok disilang dan memperoleh tugas yang berbeda.

Pendidikan pancasila berfungsi sebagai mata pelajaran (program inti) yang akan menanam dan sekaligus menumbuhsuburkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia kepada generasi muda. Karena itu, target yang terakhir adalah siswa merasa memiliki (self bilonging) Pancasila. Kalau hal ini terwujud niscaya masyarakat yang menghayati dan mengamalkan pancasila sudah tidak hanya menjadi harapan (himbauan) belaka, tetapi segala sesuatu kegiatan (individual maupuan kelompok) sudah dapat dipertanggungjawabkan menurut tuntutan moral pancasila. Kiranya inilah yang perlu menjadi pertimbangan awal dalam merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan pengajaran pendidikan pancasila dan kewarganegaraan.

Pengajaran PPKn yang hanya berlangsung di kelas dan dalam tempo yang begitu singkat, agaknya menyulitkan para guru untuk memenuhi sasaran tersebut dalam menentukan pola pengajaran yang akan dilaksanakannya. Disinilah terasa pentingnya nilai guna metode pengajaran, yang mampu memberikan pengalaman psikologis kepada siswa sehingga pengalamannya di kelas dapat merangsang jauh di luar kelas.

Selanjutnya dalam menentukan jenis metode yang hendak diterapkan perlu diperhatikan pusat orientasi metode PPKn yaitu bukan hanya penyajian pengetahuan tetapi lebih dari itu, yaitu untuk menciptakan atau merangsang kondisi sehingga terjadi perubahan sikap dan perbuatan siswa menurut tuntunan moral pancasila.

Akhirnya dapat diungkap bahwa metode pendidikan pancasila adalah suatu cara yang dilakukan oleh grur secara sadar dan teratur serta bertujuan untuk menyampaikan bahan PPKn kepada siswa. Dengan proses penyampaian itu diharapkan terjadi perubahan sikap dan perbuatan siswa sesuai dengan tujuan yang ditentukan dalam kurikulum.

Menilik penegasan pengertian di atas dapat dikemukakan bahwasanya metode atau cara yang dilakukan oleh guru ditentukan sekurang-kurangnya oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a.       Pemahaman (persepsi) guru tentang PPKn
b.      Kemampuan guru dalam mempersiapkan, memilih cara penyajian dan menyajikan bahan PPKn
c.       Ketetapan bahan dengan deskripsi dalam kurikulum PPKn menurut jenjang dan tingkat sekolah yang diperoleh dari sumber bahan yang resmi
d.      Kesesuaian dengan tingkat perkembangan psikologi siswa dan kondisinya
e.       Tingkah laku dan perbuatan yang merupakan contoh teladan yang secara bertahap dilaksanakan guru

Metode PPKn sesungguhnya merupakan bagian yang terpadu (integral) dari proses pendidikan; ialah berperan sebagai komponen yang memberikan alternatif-alternatif metodologis untuk membudayakan pancasila adapun tujuannya adalah:
a.       Terjadinya proses dan hasil belajar mengajar PPKn yang lebih berdaya guna
b.      Termotivasinya kegairahan belajar siswa pada PPKn
c.       Siswa dapat dan mampu mengamalkan tuntunan moral pancasila. Hal ini dapat diamati melalui kenyataan-kenyataan perubahan tingkah laku dan perbuatan siswa yang antara lain berbentuk pemahaman, memcoba melaksanakan dan terbiasa mengamalkan tuntunan moral pancasila.

Fungsi metode PPKn harus mempunyai kesesuaian dengan hakikatnya sendiri sebagai pendidikan moral yang berlandaskan pancasila. Hal ini kiranya mengikat bagi seorang guru pendidikan pancasila dan kewarganegaraan, agar dapat mengidentifikasi metode-metode mengajar yang benar-benar canggih dalam pembinaan nilai moral tersebut. Fungsi metode PPKn adalah memberi alternatif cara belajar PPKn yang mampu merekrut daya pikir, sikap, dan perasaan siswa untuk dilibatkan dalam perbuatan pengamalan pancasila

DAFTAR PUSTAKA

B. Uno, Hamzah. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.

M. Daryono, dkk. 1998. Pengantar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Rineka Cipta.





1 komentar:

  1. Baccarat - Play Here Today for Free - FEBCasino
    The Baccarat tables are very popular and often have the same febcasino set of bet types and are played หารายได้เสริม with a set of rules and rules. This type of game 제왕카지노 is popular amongst

    BalasHapus