Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar merupakan
suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara siswa dan guru di
dalam satuan pendidikan. Pada saat interaksi antara siswa dengan guru,
diharapkan terjadi sebuah proses peningkatan moti
vasi siswa. Maksudnya,
bagaimana dalam proses interaksi itu pihak pengajar mampu memberikan dan
mengembangkan motivasi kepada siswa, agar dapat melakukan kegiatan belajar
secara optimal. Kegiatan belajar mengajar pada lembaga pendidikan formal
merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan, sehingga
dalam lembaga pendidikan formal kegiatan belajar mengajar saling terkait dalam
pencapaian tujuan pendidikan. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada bagaimana proses belajar mengajar
yang dialami oleh siswa dimana guru sebagai pemegang peran utama dan bagaimana
seorang guru mampu meningkatkan motivasi belajar siswa.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu ditegaskan bahwa
prinsip mengajar adalah mempermudah dan memberikan motivasi dalam kegiatan
belajar. Dalam upaya peningkatan motivasi belajar siswa di sekolah, para guru
berkewajiban untuk dapat menciptakan kegiatan belajar yang dapat membangun
kemampuan siswa dalam memahami pelajaran agar tercapai motivasi dan hasil
belajar yang optimal, Oleh karena itu dalam mendisain kegiatan belajar yang
optimal diperlukan kecermatan guru dalam memilih teori dan strategi
pembelajaran yang akan diterapkan. Tidak semua teori dan strategi pembelajaran
yang akan diterapkan cocok untuk semua mata pelajaran yang diajarakan karena
setiap mata pelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Pembelajaran di sekolah saat ini sesungguhnya berbeda
dengan pembelajaran dahulu. Dahulu pembelajaran di sekolah berlangsung searah,
di mana pendidik merupakan sentral dari kegiatan pembelajaran.
Namun sekarang pembelajaran lebih
diarahkan kepada interaksi aktif antara pendidik dengan peserta didik.
Pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang demokratis. Sebuah proses
pendidikan yang mengatur hubungan guru dan murid dapat berimbang sehingga bisa
saling menyampaikan pendapat dan pikiran.
Pembelajaran demokratis memang perlu, namun perlu
dihindari adanya kesalahpahaman akan arti demokrasi itu sendiri. Jangan sampai
makna demokrasi diartikan sebagai kebebasan yang tanpa batas. Kebebasan yang
diberikan adalah kebebasan yang menghormati dan memahami kebebasan orang lain.
Di sinilah tugas pendidik untuk mengontrol makna
demokrasi yang ditanamkan kepada peserta didik. Sekolah memang sudah saatnya
memberikan pembelajaran yang membebaskan yaitu pembelajaran yang demokratis
kepada peserta didik. Namun demikian perlu diantisipasi pula bahwa peserta
didik tidak boleh dibebaskan begitu saja, mereka juga harus tetap dipandu dan
dijaga agar kebebasan yang diberikan tidak disalahartikan.
Upaya menciptakan pembelajaran yang demokratis yaitu
dapat dicapai dengan penggunaan model-model pembelajaran PKn seperti model
pembelajaran kooperatif, pertemuan legislasi,pertemuan evaluasi aturan,
pemecahan masalah, dan lain-lain untuk mengungkapkan ide dan pikirannya, tetapi
juga perlu penyadaran bahwa ide dan pikiran setiap orang berbeda. Pendidik
adalah tokoh yang digugu dan ditiru. Pendidik mestinya menjadi contoh (model)
yang sedikit banyak mempengaruhi anak didiknya. Oleh karena itu, sangat perlu
berhati-hati dalam segala hal yang dilakukannya. Tidak hanya dalam tingkah laku
tetapi juga dalam pembelajarannya.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran di
Sekolahan dan mata kuliah di perguruan tinggi dengan koridor pendidikan nilai (value
based educaton) yang bertujuan untuk mempersiapkan warganegara muda agar
mampu berpartisipasi secara efektif, demokratis dan bertanggung jawab. Sebagai
mata pelajaran yang berupaya mewujudkan warga negara yang baik dan cerdas (good
and smart citizen), maka Pendidikan Kewarganegaraan harus dikemas dalam
pembelajaran yang memberikan keleluasaan pada siswa untuk berperan aktif dalam
proses pembelajaran agar siswa terbiasa berpartisipasi. Apabila hal itu
terjadi, maka kebiasaan berperan aktif dan bersikap demokratis di kelas akan
terbawa pada lingkungan yang lebih luas, yaitu lingkungan masyarakat, berbangsa
dan bernegara. Oleh karena itu dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.
22 tahun 2006 disebutkan bahwa tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
adalah mengembangkan kompetensi:
1) Berfikir
secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan
2) Berpartisipasi
secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi
3) Berkembang
secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lainnya
4) Berinteraksi
dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Untuk itu diperlukan strategi dan pendekatan
pembelajaran demokratis (democratic teaching), Budimansyah (2002 : 5 –
7) mengatakan bahwa pembelajaran demokratis (democratic teaching) adalah
suatu bentuk upaya menjadikan sekolah sebagai pusat kehidupan demokrasi melalui
proses pembelajaran yang demokratis. Secara singkat pembelajaran demokratis
adalah proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu
penghargaan terhadap kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan
kesempatan, dan memperhatikan keragaman perserta didik. Dalam prakteknya para
pendidik hendaknya memposisikan peserta didik sebagai insan yang harus dihargai
kemampuannya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya. Untuk itu
diperlukan suasana terbuka, akrab, dan saling menghargai, dan sebaliknya perlu
dihindari suasana belajar kaku, penuh dengan ketegangan, dan sarat dengan
perintah dan instruksi yang membuat peserta didik menjadi pasif, tidak
bergairah, cepat bosan dan mengalami kelelahan. Berdasarkan hasil penelitian
Fahdita (2004 : 142) mengatakan bahwa Pembelajaran akan mampu mengembangkan
sikap demokratis apabila guru dalam proses pembelajaran bersikap demokratis,
suasana tidak tegang, menyenangkan, memberikan kesempatan kepada siswa,
memberikan reward, tidak ada keberpihakan atau menyudutkan kelompok tertentu,
sehingga guru berperan sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator.
Disamping itu berdasarkan laporan penelitian yang dilakukan oleh Tacman (2006)
mengatakan bahwa “ … the democratic attitudes of classrooms teachers which
is important for improving people’s democratic behaviors.” Artinya sikap
demokratis yang ditampilkan guru di kelas dalam proses pembelajaran sangat
berpengaruh terhadap pengembangan sikap demokratis seseorang.
Dalam lain pihak mengatakan bahwa dalam upaya
meningkatkan kultur dan nilai-nilai demokratis, aspek sekolah dan program
pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap demokratis, seperti dikatakan
Davis (2003) dan Blair (2003) dalam Karahan (2009 : 1) “To gain democratic
life culture and democratic values, are important aspects of schools and
education programs. According to Davies (1999) development of democratic life
culture depends on the democratic education systems”. Artinya pengembangan
kultur hidup yang demokratis tergantung pada sistem pendidikan demokratis yang
diterapkan di lingkungan pendidikannya. Sekarang masalahnya adalah bagaimana
upaya yang bisa dilakukan untuk mewujudkan sekolah yang demokratis, agar
nilai-nilai demokrasi tumbuh dan berkembang dalam segala aspek kehidupan
warganegara.
Berikut ini adalah salah satu contoh langkah-langkah pembelajaran
demokratis yang dapat ditepakan di Sekolah Dasar:
a.
Siswa dibagi dalam kelompok kecil @3-5 orang siswa
b. Setiap anggota kelompok di
beri tugas yang berbeda
c. Tiap siswa dalam kelompok
membaca bagian tugas yang diperolehnya
d. Guru memerintahkan siswa yang mendapat
tugas yang sama berkumpul membentuk kelompok baru (kelompok ahli) untuk
mendiskusikan tugas tersebut
e. Setiap siswa kelompok-kelompok
baru mencatat hasil diskusinya untuk dilakukan kepada kelompok semua (kelompok lama)
f. Selesai diskusi sebagai tim
ahli, masing-masing kembali ke kelompok asal untuk menyampaikan hasil diskusi
ke anggota kelompok asal dan secara bergiliran atau bergantian dari tim ahli
yang berbeda tugasnya
g. Setelah seluruh siswa selesai melaporkan,
guru menunjukkan salah satu kelompok untuk menyampaikan hasilnya, dan siswa
lain di beri kesempatan untuk menanggapinya
h. Guru dapat mengklarifikasi
permasalahan serta disimpulkan
Sejalan dengan paradigma
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana
pengembangan warga negara yang
demokratis, maka menuntut pula proses membelajarkan siswanya atau
pembelajarannya dilakukan secara demokratis pula
Secara konseptual-paradigmatik
citizenship education saat ini mengembangkan strategi dasar learning about democracy, learning in
democracy, and learning for democracy (Civitas International, 1998; QCA,
1999; APCEC, 2000; Winataputra, 2001). Secara konseptual, strategi dalam citizenship education berada pada garis
kontinum, bergerak dari strategi belajar tentang demokrasi, belajar melalui
demokrasi dan belajar untuk membangun demokrasi. Idealnya adalah pembelajaran
tidak hanya mengajarkan tentang apa itu demokrasi, tetapi belajar dengan
suasana demokratis dan membelajarkan siswa agar mampu membangun peradaban
demokrasi.
Guru PKn dituntut untuk
menggunakan metode-metode pembelajaran yang lebih demokratis (democratic learning) daripada metode
indoktrinatif. Dikatakan bahwa “democratic
learning can tentatively and in general be defined as learning in a system
which supports democratic principles a long with reaching the leraning outcome.”
Pembelajaran demokratis dapat diartikan sebagai suatu sistem pembelajaran yang
sejauh mungkin menggunakan prinsip-prinsip demokrasi dalam mencapai tujuan
pembelajarannya. Lebih lanjut oleh dikatakan oleh Palle Qvist bahwa “more exact demcracy learning can now be
defined as learning in a system where decisions, processes and behaviour
related to learning are established through argumentation (discussion) or
negotiation (dialog), voting or consesnsus (alone or in combination) between
those affected by the decision simultaneously reaching the learning outcomes,
the technical and professional knowledge and insight. The participant must
principle be equal with equal rights and feel themselves commited to the values
of rationality and impatiality.”
Dalam pembelajaran demokratis,
perbuatan keputusan dan perilaku dilakukan melalui proses dialogis,
argumentasi, negosiasi dimana siswa memiliki partisipasi dan hak-hak yang sama.
Dalam pembelajaran demokratis, amat penting menciptakan hubungan yang bersifat
kemitraan antara guru dengan siswa.
Pembelajaran demokratis secara
filosofis merupakan pembelajaran yang membebaskan dariapada pembelajaran yang
sifatnya membelenggu siswa sebagai pelajar. Ciri pembelajarannya adalah
bersifat dialogis antara guru dengan siswa, tidak ada dominasi dari guru. Siswa
sebagai subjek belajar dapat memaksimalkan inisiatif, pemikiran, gagasan, ide,
kreativitas, dan karya.
Pembelajaran yang memberikan
kesempatan seluas-luasnya untuk menjadi subjek dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran yang demokratis adalah suatu bentuk upaya menjadikan sekolah
sebagai pusat kehidupan demokrasi melalui proses pembelajaran yang demokratis.
Secara singkat pembelajaran demokratis merupakan proses pembelajaran yang
dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi (Diknas, 2004), yaitu:
a.
Penghargaan terhadap kemampuan,
b.
Menjunjung keadilan, dan
c.
Menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan
keragaman peserta didik.
Pembelajaran demokratis
menekankan pada bagaimana siswa belajar bukan apa yang harus dipelajari.
Prinsip belajar ini dipengaruhi oleh pandangan John Dewey (1910), dengan
paradigma “how we think.” Ada lima
langkah yang dikemukakan oleh Dewey dalam paradigma “how we think” sebagai berikut.
1.
Merasakan suatu kebingungan
2.
Mendefinisikan masalah
3.
Mengusulkan dan menguji hipotesis
4.
Mengembangkan dengan solusi pemikiran
5.
Uji coba kesimpulan, yang diikuti oleh
pertimbangan ulang jika perlu).
Dalam pembelajaran demokratis,
siswa adalah subjek belajar yang aktif dan berpasrtisipasi. Maka belajar adalah
proses menemukan dan proses berpikir yang reflektif. Sedangkan langkah berpikir
reflektive adalah:
1.
Adanya masalah
2.
Membuat hipotesis
3.
Mengelaborasi implikasi logis dari
hipotesis
4.
Menguji hipotesis
5.
Menarik kesimpulan
Konsekuensi dari pembelajaran
demokratis adalah perubahan paradigma pembelajaran yang semula berpusat pada
guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Secara ekstrem, dengan
adanya tuntutan pembelajaran demokratis maka paradigma pembelajaran bergerak
dari ujung pendekatan yang ekspositori menuju ujung lain, yaitu pendekatan inquiry discovery.
Secara umum ada tiga teori
sekaligus model pembelajaran yang berlaku yaitu, teori atau model behavioris,
kognitif, dan konstruktif. Idealnya kurikulum berbasis kompetensi menggunakan
teori konstruktivisme (Yulaelawati, 2004). Berpijak dari pendapat itu maka
ideal pula bila pembelajarn PKn juga berbasis pada kompetensi siswa menganut
model pembelajaran konstruktivisme bukan lagi behaviorisme. Model pembelajaran
yang menganut teori belajar konstruktivime adalah model pembelajaran yang
mengarah pada keterlibatan aktif siswa. Sedangkan model pembelajaran yang
mengarah pada keterlibatan aktif guru dikenal dengan model pembelajaran yang
menganut teori belajar behaviorisme.
Dengan demikian pembelajaran PKn
perlu bergerakdari pembelajaran behavioristik menuju konstruktivistik.
Prinsip-prinsip konstruktivistik itu adalah sebagai berikut:
a.
Pengetahuan itu non-objektif, temporer,
selalu berubah;
b.
Belajar adalah pemaknaan pengetahuan;
c.
Mengajar adalah menggali makna;
d.
Mind
berfungsi sebagai alat menginterpretasi sehingga muncul makna yang unik;
e.
Pelajar bisa memiliki pemahaman yang
berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari.
Berikut ini merupakan perbedaan
antara behavioristik dan konstruktivistik:
Behavioristik
|
Konstruktivisme
|
Pandangan
tentang pengetahuan, belajar, dan pembelajaran
|
|
Pengetahuan:Objektif, pasti,
tetap
|
Pengetahuan: non-objektif,
temporer, selalu berubah
|
Belajar: perolehan pengetahuan
|
Belajar: pemaknaan pengetahuan
|
Mengajar: memindahkan
pengetahuan ke orang yang belajar
|
Mengajar: menggali makna
|
Mind
berfungsi sebagai alat penjiplak struktur pengetahuan
|
Mind
berfungsi sebagai alat menginterpretasi sehingga muncul makna yang unik
|
Si pembelajar diharapkan
memiliki pemahaman yang sama dengan pengajar terhadap pengetahuan yang
dipelajari
|
Si pembelajar bisa memiliki
pemahaman yang berbeda terhadap pengetahua yang dipelajari
|
Segala sesuatu yang ada di alam
telah terstruktur, teratur, rapi, pengetahuan juga sudah terstruktur rapi
|
Segala sesuatu bersifat temporer,
berubah, dan tidak menentu. Kita lah yang memberi makna terhadap realitas.
|
Masalah
belajar dan pembelajaran
|
|
Keteraturan
|
Ketidakteraturan
|
Pembelajar dihadapkan pada
aturan-aturan yang jelas yang ditetapkan lebih dulu secara ketat.
|
Pembelajar dihadapkan kepada
lingkungan belajar yang bebas
|
Pembiasaan (disiplin) sangat
esensial
|
Kebebasan merupakan unsur yang
sangat esensial
|
Kegagalan atau ketidakmampuan
dalam menambah pengetahuan dikategorikan sebagai KESALAHAN HARUS DIHUKUM
Keberhasilan atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas dipuji atau diberi HADIAH
|
Kegagalan atau keberhasilan,
kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang
perlu DIHARGAI
|
Ketataan kepada aturan
dipandang sebagai penentu keberhasilan
|
Kebebasan dipandang sebagai
penentu keberhasilan
|
Kontrol belajar dipegang oleh
sistem di luar diri pembelajar
|
Kontrol belajar dipegang oleh
pembelajar
|
Tujuan pembelajaran menekankan
pada penambahan pengetahuan.
Seseorang dikatakan telah belajar
apabila mampu mengungkapkan kembali apa yang telah dipelajari
|
Tujuan pembelajaran menekankan
pada penciptaan pemahaman, yang menuntut aktivitas kreatif, produktif dalam
konteks nyata
|
Masalah
Belajar dan Pembelajaran : Strategi Pembelajaran
|
|
Keterampilan terisolasi
|
Penggunaan pengetahuan secara
bermakna
|
Mengikuti urutan kurikulum
ketat
|
Mengikuti pandangan si
pembelajar
|
Aktivitas belajar mengikuti
buku teks
|
Aktivitas belajar dalam konteks
nyata
|
Menekankan pada hasil
|
Menekankan pada proses
|
Masalah
Belajar dan Pembelajaran : Evaluasi
|
|
Respons pasif
|
Penyusunan makna secara aktif
|
Menuntut satu jawaban benar
|
Menuntut pemecahan ganda
|
Evaluasi merupakan bagian
terpisah dari belajar.
|
Evaluasi merupakan bagian utuh
dari belajar
|
Dan model pembelajaran yang
berdasar konstruktivisme lebih menekankan pada hal-hal sebagai berikut:
a.
Kecakapan yang lebih tinggi.
b.
Proses belajar penemuan.
c.
Penggunaan lingkungan yang lebih kaya.
d.
Motivasi instrinsik.
e.
Masalah yang menantang siswa.
f.
Pembelajaran dari kasus.
g.
Alat evaluasi tidak hanya tes.
Beberapa model pembelajarn
berbasis konstruktivisme misalnya pembelajaran konstektual, pembelajaran
berbasis masalah, dan pembelajaran kooperatif.
Dalam naskah kurikulum 2004 yang
menjadi cikal bakal KTSP telah pula dikemukakan perlunya pembelajaran PKn yang
sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Dikatakan bahwa pembelajaran dalam
mata pelajaran kewarganegaraan merupakan proses dan upaya dengan menggunakan
pendekatan belajar konstekstual dapat diwujudkan antara lain dengan
metode-metode seperti, kooperatif, penemuan, inquiry, interaktif, eksploratif, berpikir kritis, dan pemecahan
masalah. Metode-metode ini merupakan karakteristik dalam pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan.
Metode kooperatif dan interaktif
adalah pembelajaran yang menerapkan prinsip bekerjasama. Bekerjasama antar
siswa, kerjasama siswa dengan guru, siswa dengan tokoh masyarakat, dan siswa
dengan lingkungan belajara lain. Dengan bekerjasama makan akan terjadi
interaksi yang intens sekaligus menumbuhkan pembelajaran yang partisipatorik.
Berpikir kritis pada hakikatnya
mengembangkan unsur pemikiran rasional dan empiris berdasar pengetahuan ilmiah.
Pemikiran kritis adalah anti dogmatis dan propaganda, serta kebalikan dari
pemikiran tradisional. Dengan berpikir kritis maka dapat menemukan kebenaran
secara objektif,berani mengkritisi berbagai ketidakberesan di masyarakat, mampu
menunjukkan kelemahan-kelemahan selanjutnya sebagai bahan informasi untuk
mengambil tindakan rasional dalam bersikap terhadap sesuatu. Berpikir kritis
merupakan reaksi atas berpikir tradisional yang cenderung menutup-nutupi
realitas, hanya untuk mendukung status
quo serta kelestarian kekuasaan yang ada.
Metode eksplorasi, penemuan,
pemecahan masalah, dan inquiry pada
hakikatnya merupakan metode belajar yang menerapkan pendekatan ilmiah dalam
rangka mencari, menemukan, dan mengatasi masalah. Metode ini sangat menunjang
pembentukan sikap siswa untuk peka terhadap permasalahan di masyarakat.
Metode –metode pembelajaran
tersebut dapat dilaksanakan secara bervariasi di dalam atau di luar kelas
dengan memerhatikan ketersediaan sumber-sumber belajar. Guru dengan persetujuan
kepala sekolah selain dapat membawa siswa menemui tokoh masyarakat dan pejabat
setempat, juga dapat mengundang tokoh masyarakat dan pejabat tempat ke sekolah
untuk memberikan informasi yang relevan dengan materi yang dibahas dalam
kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran lain yang
sekarang dikembangkan dalam pendidikan kewarganegaraan adalah praktik belajar
kewarganegaraan (PBK). Praktik Belajar Kewarganegaraan (PBK) adalah suatu inovasi pembelajaran yang dirancang
untuk membantu peserta didik memahami teori kewarganegaraan melalui pengalaman
belajar praktik-empiris. Dengan adanya praktik, siswa diberikan latihan
untuk belajar secara kontekstual.
PBK untuk kelas I, II, dan III
dilakukan dengan penyelenggaraan permainan dan simulasi yang menarik,
merangsang proses berpikir, membiasakan untuk bersikap dan berbuat sesuatu yang
baik, dan mengembangkan sikap postif terhadap lingkungannya. PBK untuk kelas
IV, V, dan VI dilakukan dengan membuat karangan, menganalisis suatu isu atau
kasus yang dikutip oleh guru dari koran dan majalah, dan membuat laporan
tertulis tentang suatu kegiatan atau peristiwa.
PBK untuk kelas VII, VIII, dan IX
dilakukan dengan cara antara lain;
a.
Mengidentifikasi masalah,
b.
Mengumpulkan dan mengevaluasi informasi
berkaitan dengan masalah,
c.
Menguji dan mengevaluasi pemecahan
masalah,
d.
Memilih atau mengembangkan alternatif
pemecahan masalah yang direkomendasikan,
e.
Mengembangkan rencana tindakan, dan
f.
Mengevaluasi pelaksanaan tindakan.
PBK untuk kelas X, XI, XII SMA
dan MA dilakukan dengan mengaplikasikan metode-metode ilmiah, seperti pemecahan
masalah
Langkah-langkah metode pemecahan
masalah sebagai berikut:
a.
Merumuskan masalah
b.
Membuat kerangka untuk pemecahan masalah
c.
Menentukan sumber data
d.
Mencari data
e.
Menaksir kelayakan data
f.
Memilah dan memasukan data ke dalam
kerangka
g.
Meringkas dan melakukan verifikasi data
h.
Mengamati hubungan antar data
i.
Menafsirkan data
j.
Menyimpulkan hasil penafsiran
k.
Mengkomunikasikan hasil pemecahan
masalah.
Langkah-langkah inquiry method, yaitu sebagai berikut.
a.
Membuat fokus untuk inkuiry
b.
Menyajikan masalah
c.
Merumuskan kemungkinan penyelesaian
d.
Mengumpulkan data
e.
Menilai penyelesaian yang diajukan
f.
Merumuskan kesimpulan.
Pendidikan demokratis di sekolah dasar saat ini harus diterapkan karenapembelajaran
ini tidak bersifat sentral terhadap guru namun menuntut peran aktif para
siswanya. Dengan begitu, pembelajaran akan beralngsung secara optimal dan
tujuan pembelajaran yang diinginkan akan tercapai. Strategi pengemabangan sikap
demokrasi itu sendiri dapat dikembangkan kedalam strategi pembelajaran dengan
memperhatikan KD yang akan dicapai. Karateristik strategi tersebut yaitu:
1.
Cambuk
bersiklus yaitu pertemuan saling bertanya dan menjawab secara bergiliran setiap
siswa. Agar siswa terlatih peka dan tanggap terhadap dan orang lain.
2.
Merupakan
strategi pengembangan sikap melalui pertemuan untuk memberikan penghargaan atau
penghormatan terhadap orang lain, misalnya : menghadiri acara ulang tahun,
acara duka cita karena ada orang meninggal atau musibah.
3.
Merupakan
strategi pengembangan sikap melalui pertemuan untuk merumuskan atau menyusun
norma atau aturan yang akan berlaku di sekolah.
4.
Model
Pembelajaran Kooperatif Teknik JIGSAW (Model Tim Ahli)
Suatu pembelajan kooperatif dimana dalam
proses pembelajaran setiap siswa dalam kelompok disilang dan memperoleh tugas
yang berbeda.
Pendidikan pancasila berfungsi
sebagai mata pelajaran (program inti) yang akan menanam dan sekaligus
menumbuhsuburkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia kepada generasi muda.
Karena itu, target yang terakhir adalah siswa merasa memiliki (self bilonging) Pancasila. Kalau hal ini
terwujud niscaya masyarakat yang menghayati dan mengamalkan pancasila sudah
tidak hanya menjadi harapan (himbauan) belaka, tetapi segala sesuatu kegiatan
(individual maupuan kelompok) sudah dapat dipertanggungjawabkan menurut
tuntutan moral pancasila. Kiranya inilah yang perlu menjadi pertimbangan awal
dalam merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan pengajaran pendidikan
pancasila dan kewarganegaraan.
Pengajaran PPKn yang hanya
berlangsung di kelas dan dalam tempo yang begitu singkat, agaknya menyulitkan
para guru untuk memenuhi sasaran tersebut dalam menentukan pola pengajaran yang
akan dilaksanakannya. Disinilah terasa pentingnya nilai guna metode pengajaran,
yang mampu memberikan pengalaman psikologis kepada siswa sehingga pengalamannya
di kelas dapat merangsang jauh di luar kelas.
Selanjutnya dalam menentukan
jenis metode yang hendak diterapkan perlu diperhatikan pusat orientasi metode
PPKn yaitu bukan hanya penyajian pengetahuan tetapi lebih dari itu, yaitu untuk
menciptakan atau merangsang kondisi sehingga terjadi perubahan sikap dan
perbuatan siswa menurut tuntunan moral pancasila.
Akhirnya dapat diungkap bahwa
metode pendidikan pancasila adalah suatu cara yang dilakukan oleh grur secara
sadar dan teratur serta bertujuan untuk menyampaikan bahan PPKn kepada siswa.
Dengan proses penyampaian itu diharapkan terjadi perubahan sikap dan perbuatan
siswa sesuai dengan tujuan yang ditentukan dalam kurikulum.
Menilik penegasan pengertian di
atas dapat dikemukakan bahwasanya metode atau cara yang dilakukan oleh guru
ditentukan sekurang-kurangnya oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a.
Pemahaman (persepsi) guru tentang PPKn
b.
Kemampuan guru dalam mempersiapkan,
memilih cara penyajian dan menyajikan bahan PPKn
c.
Ketetapan bahan dengan deskripsi dalam
kurikulum PPKn menurut jenjang dan tingkat sekolah yang diperoleh dari sumber
bahan yang resmi
d.
Kesesuaian dengan tingkat perkembangan
psikologi siswa dan kondisinya
e.
Tingkah laku dan perbuatan yang
merupakan contoh teladan yang secara bertahap dilaksanakan guru
Metode PPKn sesungguhnya
merupakan bagian yang terpadu (integral) dari proses pendidikan; ialah berperan
sebagai komponen yang memberikan alternatif-alternatif metodologis untuk
membudayakan pancasila adapun tujuannya adalah:
a.
Terjadinya proses dan hasil belajar
mengajar PPKn yang lebih berdaya guna
b.
Termotivasinya kegairahan belajar siswa
pada PPKn
c.
Siswa dapat dan mampu mengamalkan
tuntunan moral pancasila. Hal ini dapat diamati melalui kenyataan-kenyataan
perubahan tingkah laku dan perbuatan siswa yang antara lain berbentuk
pemahaman, memcoba melaksanakan dan terbiasa mengamalkan tuntunan moral
pancasila.
Fungsi metode PPKn harus
mempunyai kesesuaian dengan hakikatnya sendiri sebagai pendidikan moral yang berlandaskan
pancasila. Hal ini kiranya mengikat bagi seorang guru pendidikan pancasila dan
kewarganegaraan, agar dapat mengidentifikasi metode-metode mengajar yang
benar-benar canggih dalam pembinaan nilai moral tersebut. Fungsi metode PPKn
adalah memberi alternatif cara belajar PPKn yang mampu merekrut daya pikir,
sikap, dan perasaan siswa untuk dilibatkan dalam perbuatan pengamalan pancasila
DAFTAR
PUSTAKA
B.
Uno, Hamzah. 2009. Perencanaan
Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
M.
Daryono, dkk. 1998. Pengantar Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Meylah
Azizah. 2013. https://meylahazizah.wordpress.com/2013/12/27/strategi-belajar-mengajar-dan-pendekatan-pkn-dalam-kerangka-strategi-belajar-pkn/
(Diakses pada 24 Maret 2015)
Olivtika.
2013. http://olivtika.blogspot.com/2013/12/pembelajaran-yang-demokratis-dan-model.html (Diakses pada 24 Maret 2015)